Buku Tamu

ALIRAN MATURIDIYAH

by FARIDA NURUL AINI S. Pd. I
BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                         
A.    Latar Belakang
Pasang surut perjalanan pemikiran Islam memang tidak akan pernah lepas dari interaksi akumulasi dengan peradaban-peradaban di sekitar perkembangan Islam. Perkembangan pemikiran lebih dijiwai oleh semangat normatif dan historis. Normatif karena perkembangan pemikiran dijiwai oleh ajaran dasar sumbernya Al-quran dan Hadis. Historis karena wujud respons terhadap berbagai persoalan hidup umat Islam di berbagai bidang kehidupan.
Penelusuran pengalaman historis masa lampau menemukan bahwa persoalan kalam di dunia Islam muncul dari suasana perbedaan politik. Setiap persoalan kalam muncul, lahir pula beberapa pendapat dan paham saling berbeda, yang serta merta membentuk aliran kalam. Muncul dari suasana perbedaan, ilmu kalam nampaknya terus berkembang dinamis di dalam arus perbedaan berkesinambungan.
Sejak perkembangannya yang mula-mula, perbedaan persepsi bahkan pertentangan paham dalam ilmu kalam sudah biasa terjadi, dan tampaknya akan tetap selalu terjadi didalam dinamika pemikiran Islam. Ini merupakan suatu fenomena ilmiah yang wajar, sesuai dengan hakikat perkembangan umat manusia itu sendiri, yang secara fitri cenderung berbeda. Sehingga dunia kalam kaya dengan berbagai aliran dan corak pemikiran.
Aliran-aliran ini seakan terlahir dalam lingkaran dialektika, yang muncul dari proses tesa, antitesa, dan sintesa, atau bergerak secara alami dalam dinamika aksi, reaksi, dan kompromi. Seperti terlihat, aksi Khawarij mengundang reaksi Murji’ah dan lahir upaya kompromi atau jalan tengah Muktazilah, lalu mengundang reaksi Asy’ariyah dan akhirnya melahirkan upaya kompromi Maturidiyah.        
Pada makalah ini kami menyajikan materi mengenai Aliran Maturidiyah dan perkembangannya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang Maturidiyah?
2.      Siapa  tokoh Maturidiyah?
3.      Bagaimana kondisi masyarakat pada masa al-Maturidi dan setelah wafatnya?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui latar belakang Maturidiyah.
2.      Untuk mengetahui tokoh Maturidiyah.
3.      Untuk mengetahui kondisi masyarakat pada masa al-maturidi dan setelah wafatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Aliran Maturidiyah
Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa hasil karya al-Maturidi serta situasi dan kondisi masyarakat pada masanya, maka dapat dikemukakan faktor-faktor yang melatar belakangi munculnya pemikiran teologinya yang pada perkembangan berikutnya melahir-kan aliran Maturidiyah:  
Ketidak puasan terhadap konsep teologi Mutazilah yang terlalu berlebihan dalam memberikan otoritas pada akal.  Hal ini dapat dilihat dari beberapa judul tulisannya yang secara eksplisit menggambarkan penolakannya terhadap Mutazilah, seperti  Kitab Radd Awail al-Adillah li al-Kabi, Kitab Radd Tahdhib al-Jadal li al-Kabi dan Kitab Bayan Wahm al-Mutazil. Dan pada saat yang sama al-Maturidi juga tidak puas atas konsep teologi ulama salaf yang mengabaikan penggunaan akal.
Kekhawatiran atas meluasnya ajaran Syiah terutama aliran Qaramithah yang dengan keras menentang ulama-ulama salaf. Khusus di wilayah Asia Tengah aliran ini banyak dipengaruhi oleh paham Mazdakism, sebuah aliran komunis yang dicetuskan oleh Mazdak bin Bambadh seorang reformis militan pada abad ke-5 M pada masa kekuasaan Sasania . Ajaran aliran ini terkait dengan Manichaeism sebuah ajaran yang merupakan percampuran antara ajaran Kristen dengan Zoroaster dan ajaran-ajaran Budha. Kitab al-Radd „ala Qaramitah yang ditulis oleh al-Maturidi merupakan suatu indikasi akan kekhawatirannya atas pengaruh ajaran ini pada masyarakat. Terdorong oleh kedua faktor tersebut, al-Maturidi kemudian bangkit mengembangkan metode sintesis al-Naql dan al-aql dalam pemikiran kalam, jalan tengah antara aliran rasional ala Mutazilah dan aliran tradisional ala Hambali.[1]
1.      Golongan-golongan aliran Maturidiyah.
a.       Golongan samarkand
Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Maturidiyah sendiri. Golongan ini cenderung kearah paham Mu’tazilah, mengenai sifat-sifat Tuhan. Menurut Maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya, melainkan dengan pengetahuanNya. Begitu juga Tuhan berkuasa bukan dengan zatNya.
Maturidi menolak paham-paham Mu’tazilah, antara lain dalam soal:
1)      Tidak sepaham mengenai pendapat Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk.
2)      Al salah wa al Aslah.
3)      Paham posisi menengah kaum Mu’tazilah.
Bagi Maturidiyah Samarkand, iman tidaklah cukup dengan tashdiq, tetapi harus dengan ma’rifah pula. Tidak akan ada tashdiq kecuali setelah ada ma’rifah. Jadi, ma’rifah menimbulkan tashdiq.
Iman versi Maturidiyah Samarkand adalah mengetahui Tuhan dalam ketuhananNya. Ma’rifah adalah mengetahui Tuhan dengan segala sifatNya dan Tauhid adalah mengetahui Tuhan dalam KeesaanNya. Qadir adalah mengetahui Tuhan dalam kekuasanNya.
Golongan ini tidak mendapat kesulitan dalam memecahkan persoalan keadilan. Baginya, perbuatan manusia itu dikendaki oleh manusia sendiri dan dia dihukum atas perbuatan yang dilakukannya atas dasar kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya. Tuhan hanya membalas perbuatan baik dengan pahala dan membalas perbuatan jahat dengan siksa.
b.      Golongan bukhara
Golongan Bukhara di pimpin oleh Abu al-Yusr Muhammad Al-bazdawi. Yang di maksud golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Asy’ari.
Namun, walaupun sebagai aliran Maturidiyah, Al-Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Maturidiyah. Ajaran-ajaran teologinya banyak di anut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab hanafi.
Golongan bukhara berkeyakinan bahwa akal tidak dapat mengetahui kewajiban-kewajiban karena akal hanya mampu mengetahui sebab kewajiban Tuhan.[2]
2.      Ciri-ciri golongan Maturidiyah
Pegangan Maturidiyah berusulkan kepada beberapa hal :
a.       Mengutamakan akal dan kecerdasannya dalam hal aqidah (tauhid) dan sifat Allah swt
b.      Mempercayai bahwa perkara awal yang wajib kepada mukallaf adalah berhujah
c.       Mengikuti manhaj ilmu kalam dan filsafat dalam mengisbatkan pembuat (pencipta) berdalilkan kebaharuan alam atau benda
d.      Mengamalkan takwil berdasarkan akal atau tafwid pada sifat Allah dengan pemahaman yang berseberangan dengan ulama salaf
e.       Mengisbatkan sifat Allah dengan menambahkan “ Al-takwin” sehingga menjadi delapan yaitu satu lebih banyak dari asya’irah yang hanya memiliki tujuh yaitu “Ilm, Iradah, hayah, qudrat, as-sama, al-basar, al-kalam dan ditambah satu oleh mereka iaitu “al-takwin”.
f.       Menyatakan sifat kalam Allah sebagai azali tidak tertakluk kepada kehendak Allah dan kalam Allah dengan Musa dipercaya oleh mereka sebagai kalam yang berdasarkan huruf yang merupakan makhluk seperti pemahaman muktazilah.
g.      Mengingkari ulu pada Allah dan istiwa pada arasy
h.      Iman di sisi mereka hanyalah tasdiq (membenarkan) dan tidak memasukkan amal sebagai salah satu dari hal iman.[3]
Sebagaimana tokoh-tokoh paham yang lain, al-Maturidi mempunyai konsep pemikiran yang berisi pokok-pokok ajarannya sebagai berikut :
3. Pokok-pokok ajaran Al-Maturidi
a.       Kedudukan akal dan wahyu
Al-Maturidi dalam pemikiran teologinya mendasarkan kepada al-quran dan akal, hal tersebut sesuai dengan pemikiran al-Asy’ari namun porsi yang diberikannya kepada akal lebih besar daripada yang diberikan oleh al-Asy’ari. Menurut al-Maturidi  mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui oleh akal, hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat al-quran yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal dalam memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluki ciptaan-Nya. Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintahkan oleh ayat-ayat tersebut, namun akal tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban yang lainnya.
Penentu baik dan buruknya sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedang perintah dan larangan syari’ah hanya mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Karena akal tidak selalu mampu membedakan baik dan buruk tetapi terkadang akal mampu membedakannya, maka dalam ini wahyu diperlukan untuk dijadikan pembimbing.
Sesuatu yang berkaitan dengan akal al-Maturidi membagi mebagi pada tiga macam:
1)      Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
2)      Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu.
3)      Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.
Akal dapat mengetahui adanya Tuhan serta baik dan buruk dan juga dapat mengetahui kewajiban dan larangan dari Tuhan. Iman dalam pandangan tentang adanya Tuhan menurutnya lebih tashdiq, sebab akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui yang diinginkan Tuhan. Dengan demikian bagi al-Maturidi ( Maturidiyah Samarkand ) peranan wahyu lebih kecil daripada akal.
b.      Perbuatan manusia
Setiap manusia memiliki kebebasan di dalam gerak-geriknya. Menurut al-Maturidi perbuatan manusia yang jelek dan buruk sama sekali terlepas dari kehendak Allah sebab jika perbuatan baik dan buruk  yang dilakukan manusia terikat kepada Allah, maka manusia didalam berbuat kejahatan melibatkan campur tangan Allah juga, sehingga apabila manusia berbuat kejahatan atau kejelekan sudah merupakan  kehendak Allah, maka Allah sudah menganiaya makhluk-Nya. Hal tersebut berdasarkan firman Allah QS. Hud (11) : (101).
Artinya:
 “ Kami tiak berbuat lalim terhadap mereka, tetapi mereka sendiri  yang bebuat lalim terhadap diri mereka
Aliran ini berpandangan bahwa manusialah yang mewujudkan semua perbuatan sesuai dengan daya yang ada pada diri manusia, pemakaian daya yang diciptakan bersamaan dengan perbuatan sedangkan perbuatan Tuhan hanya menciptakan daya dan bagaimana daya itu diaktualisasikan, itu merupakan perbuatan manusia. Kehendak daya manusia  dalam arti sebenarnya bukan dalam arti kiasan
c.   Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Perbuatan manusia  dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau yang  buruk adalah ciptaan Tuhan akan tetapi bukan berarti bahwa Tuhan berbuat dan berkehendak dengan sewenang-wenang serta sekehendak-Nya semata, karena dalam hal ini qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang ( absolut ) tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
Kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh keadilan Tuhan yang mengandung arti segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh karena itu Tuhan  tidak akan memberi beban kepada manusia yang terlalu berat, dan tidak sewenang-wenang memberi hukuman karena Tuhan tidak berbuat zalim dan Tuhan akan memberi upah atau hukuman  kepada manusia sesuai dengan perbuatannya
d.      Sifat-sifat Tuhan
Berkaitan dengan sifat Tuhan al-Maturidi berpendapat bahwa, Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sifat sama’, bashar dll.dengan pengertian bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensinya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama)  dzat tanpa terpisah, Dia menetapkan sifat Allah tidak harus membawanya kepada pengertian anthromorphisme (Tuhan bersifat immateri, tidaklah dapat dikatakan bhawa Tuhan mempunyai sifat-sifat  jasmani)
Terhadap ayat-ayat yang mengandung sifat-sifat seperti bahwa Allah mempunyai wajah, tangan, mata dan lainnya, al-Maturidi berdiri pada posisi penta’wil dan berjalan di atas prinsipnya yaitu membawa ayat-ayat mutasybih (samar, tidak jelas) kepada yang muhkan ( yang jelas pengertiannya ). Sebagai contoh dia menginterpretasikan potongan ayat dari firman Allah QS Al-A’raf (7) : (54)
Artinya:
Kemudian Dia  bersemayam di atas ‘Arsy…”
Dalam menafsirkan ayat tersebut dia menggunakan makna alternatif, yaitu bahwa Allah menuju ‘Arsy dan menciptakannya dalam keadaan rata, lurus dan teratur.
e.       Melihat Tuhan
Firman Allah dalam QS al-Qiyamah ( 75 ) : (22-23)
Artinya:
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”
Dalam hal melihat Tuhan al-Maturidi berpendapat bahwa, Allah dapat dilihat di hari Kiamat, hal tersebut merupakan salah satu keadaan khusus dari kondisi pada hari Kiamat,yaitu hari perhitungan amal pahala dan siksa. Sedangkan keadaan itu hanya Allah yang mengetahui bagaimana bentuk dan sifatnya karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia. Membicarakan keadaan yang sebenarnya hari Kiamat itu termasuk sikap yang melampaui batas.
f.       Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam ( sabda ) yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi ( sabda yang sebenarnya atau makna abstrak ) . al-quran dalam arti kalam yang tersusun huruf dan kata-kata adalah baharu ( hadis ) sedang kalam nafsi tidak dapat diketahui hakikatnya dan bagaimana Allah bersifat dengannya kecuali dengan suatu perantara. Al-Maturidi berpendapat bahwa al-quran sebagai sabda Tuhan bukan sifat tetapi perbuatan yang diciptakan Tuhan tidak bersifat kekal, Dia lebih cocok menggunakan istilah hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan al-quran
g.      Pengutusan Rasul
Menurut al-Maturidi akal tidak selamanya mampu mengetahui kewajiban yang dibebankan kepada manusia seperti, mengetahui baik dan buruk,  sehingga akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut. Maka dari itu pengutusan Rasul sangat diperlukan sebagai media informasi karena tanpa mengikuti ajaran wahyu manusia membebankan sesuatu di luar kemampuannya kepada akal. Al-Bayadi memberikan keterangan bahwa keadaan akal tidak dapat mengetahui segala apa yang diketahui manusia tentang Tuhan dan alam gaib, Oleh karena Tuhan menghendaki perbuatan baik manusia, maka Tuhan wajib mengirim para rasul.
h.      Pelaku dosa besar
Orang melakukan perbuatan dosa besar menurut al-Maturidi  tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia meninggal sebelum bertobat, hanya saja yang berbuat dosa besar  hukumnya fasik karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada semua perbuatan manusia sesuai dengan perbuatannya dan yang kekal di neraka adalah orang-orang yang berbuat dosa syirik. Perbuatan dosa besar selain syirik bukanlah kafir atau murtad karena menurutnya iman itu cukup dengan tasdhiq dan iqrar sedangkan perbuatan adalah merupakan penyempurna iman.
Berkenaan dengan hal tersebut Al-Maturidi mengatakan bahwa Allah telah menjelaskan  dalam firman-Nya QS al-An’am ( 6 ) : 160 yang berbunyi:
  
Artinya:
            Barang siapa yang membawa sesuatu amal yang baik, akan mendapat ganjaran sepuluh ganda, Barang siapa yang membawa sesuatu amal yang jelek, maka balasannya hanya sepadan, dengan tidak diperlakukan secara lalim.
i.        Kebangkitan di hari kiamat
Tentang kebangkitan di hari Kiamat al-Maturidi meyakini adanya hal tersebut,dimana jasad manusia dibangkitkan kembali. Hal tersebut al-Maturidi dengan  alasan firman Allah QS al-Haj ( 22 ) : (7) yang berbunyi :
Artinya:
 “Dan bahwa kiamat pasti bakal datang, dan bahwa Allah akan membangkitkan penghuni kubur’
j.        Mengenai Iman
Penyempurnaan iman seseorang sebagai pelengkapnya adalah pernyataan lisan dan amal perbuatan. Karena iman adalah kepercayaan dalam hati, seperti contoh orang yang percaya dan menyakini ke-Esaan Allah dan percaya kepada Rasul-Nya maka dia sudah digolongkan kepada orang mukmin. Iman mestilah lebih dari tashdiq  yaitu ma’rifah dan’amal karena bagi mereka akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan. Pandangan tersebut didasarkan pada dalil naqli yang menjelaskan bahwa Nabi Imbrahim meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan menghidupkan orang yang sudah mati. Permintaan tersebut menurut al-Maturidi tidaklah berarti Ibrahim belum beriman tetapi Ibrahim mengharapakan imannya yang sudah dimiliki meningkat menjadi iman hasil ma’rifat.
k.      Perbuatan Tuhan
Dalam hal perbuatan Tuhan al-Maturidi berpendapat bahwa, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya kehendak Tuhan dan tidak ada yang memaksa  atau membatasai kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendaknya sendiri. Setiap perbuatan Tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari kehendak- Nya.
Pendapat al-Maturidi yang berkenaan dengan perbuatan Tuhan bahwa Allah Maha Suci dari berbuat secara main-main, segala perbuatan-Nya senantiasa sesuai dengan kebijaksanaan-Nya karena Dia Maha Bijaksana serta Maha Mengetahui.[4]
B.     Tokoh Maturidiyah ( Abu Mansur al- Maturidi 333 H = 944 M )
Nama lengkap al-Maturidi adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud al-Hanafi al-Maturidi al-Samarqandi. Beliau dilahirkan di Maturid, Samarqand, salah satu kota besar di Asia Tengah. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan pasti. Diduga beliau lahir sekitar tahun 238/853, berdasarkan keterangan bahwa beliau pernah berguru pada Muhammad ibn Muqatil al-Razi, yang wafat pada tahun 248/862. Atas asumsi ini, berarti al-Maturidi lahir pada masa pemerintahan al-Mutawakkil salah seorang Khalifah Abbasiah (232-247/847-861).
Al-Maturidi menerima pendidikan yang cukup baik dalam berbagai ilmu pengetahuan keislaman di bawah asuhan empat ulama terkemuka pada masa itu, yaitu: Syaikh Abu Bakar Ahmad ibn Ishaq, Abu Nashr Ahmad ibn al-„Abbas ibn al-Husain al-Ayadi al-Ansari al-Faqih al-Samarqandi, Nusair ibn Yahya al-Balkhi (w.268/881), dan Muhammad ibn Muqatil al-Razi (w.248/862). Mereka adalah murid-murid Abu Hanifah (w.150/767) .
Ada beberapa karya tulis yang dihasilkan oleh al-Maturidi meliputi: Tafsir, Kalam dan Ushul, diantaranya: Kitab Ta’wilaat al-Qur‟an, Kitab al-Jadal fiy Ushl al-Fiqh, Kitab al-Ma’akhiz al-Shara’I’fiy al-Fiqh, al-Ma’akhidz al-Shara’I’ fiy Ushul al-Fiqh, Kitab al-Ushul, Kitab al-Bayan wahm al-Mu’tazilah, Kitab al-Radd, ala al-Qaramithah, Kitab Radd Awa’il al-Adillah li al-Ka’bi, Kitab Radd Tahab al-Jadal li al-Ka’bi, Rad Kitab al-Imamah li Ba’in al-Rawafid, Rad al-Ushul al-Khamzah li Abiy Muhammad al-Bahiliy, Rad wa’ad al-Fussaq li al-Ka’bi. Namun, sayang sekali karya-karya ini tak satupun yang dapat dipublikasikan, belum dicetak dan masih dalam bentuk makhtutat. Beberapa ulama terkemuka yang menjadi pengikut al-Maturidi, antara lain adalah: Abu al-Qasim al-Samarqandi (w.340/951) al-Bazdawi (w.492/1099), „Umar al-Nasafi (w.537/1142), al-Sabuni (w.580/1184), Ibn al-Humam (w.861/1457). Dalam lapangan Fiqh, al-Maturidi mengikuti mazhab Hanafi, dan beliau termasuk ulama Hanafiyah yang memiliki andil besar di bidang fikih melalui beberapa karya tulisnya, seperti al-Ma’akhiz al-Shari’ah dan Kitab al-Jadal yang dianggap otoritatif di bidang ini. Demikian beberapa keterangan tentang kehidupan al-Maturidi. Tak ada catatan mengenai latar belakang keluarganya. Bahkan riwayat hidup beliau sangat jarang ditemukan dalam buku-buku klasik, sehingga ada anggapan bahwa al-Maturidi luput dari perhatian para penulis zaman klasik. Namun yang pasti, para sejarawan sepakat bahwa beliau wafat di Samarqand pada tahun 333/944.[5]
C.     Kondisi Masyarakat Pada masa al-Maturidi dan Setelah Wafatnya
1.      Kondisi masyarakat pada masa al-Maturidi
Pada abad ke-3 dan ke-4 (abad ke-9 dan ke-10), saat di mana al-Maturidi hidup, kondisi politik dalam dunia Islam yang berpusat di Bagdad, tengah mengalami desintegrasi, terutama sejak masa Kekhalifahan al-Ma‟mum (198-218/813-833). Hal ini kemudian mengakibatkan lahirnya dinasti-dinasti kecil di wilayah kekuasaan Abbasyah. Daerah Asia Tengah juga tidak terlepas dari kondisi ini. Pada awal abad ke-3/9 di Khurasan berdiri dinasti Tahiriyah (205-259/827-873). Setelah itu digantikan oleh dinasti Samaniyah (261-389/874-999) yang berpusat di Bukhara, kekuasaannya meliputi Khurasan dan Transoxiana. Di bawah pemerintahan dinasti inilah al-Maturidi menghabiskan sebagian besar dari umurnya.
Kondisi politik di wilayah kekuasaan Samaniyah cukup stabil, dan kebebasan berfikir cukup terjamin, sehingga sangat kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan juga dikenal sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan Islam yang penting di wilayah ini. Penduduk yang berdiam di Asia Tengah terdiri dari orang-orang Iran, Turki dan Arab.
Mayoritas muslim mengikuti mazhab Hanafi di samping juga ada beberapa pengikut Syafi‟i. Di daerah Khurasan, terdapat aliran Khawarij di Sajistan dan Mu‟tazilah di Naisa.Aliran Syi‟ah juga terdapat di daerah ini. Di samping agama Islam, di daerah ini juga terdapat orang-orang Kristen, Yahudi dan Majuzi yang memang telah ada sebelum datangnya Islam ke wilayah Asia Tengah.
2.      Kondisi masyarakat setelah wafatnya al-Maturidi
Al-Maturidi, disamping meninggalkan beberapa karya tulis yang memuat pemikiran-pemikiran teologinya, beliau juga memiliki murid-murid yang pada perkembangan berikutnya sangat berperan dalam melestarikan ajaran-ajarannya. Empat orang muridnya yang terkemuka adalah: Abd al-Hakim al-Samarqandi (w.340/951), Abu al-Hasan Ali ibn Said al-Rastafgani (w.350/961), Abu Muhammad Abd al-Karim ibn Musa al-Bazdawi (w.390/1001), dan Abu al-Laith al-Bukhari.
Abd al-Hakim al-Samarqandi menulis buku yang berjudul al-Sawad al-A‟zam yang dianggap sebagai karya tertua di bidang teologi dari aliran Maturidiyah. Tulisannya yang lain adalah: Aqidah al-Imam dan Syarh al-Fiqh al-Akbar. Sedangkan Abu al-Hasan Ali ibn Said al-Rastafgani menulis: Kitab al-Irsyad al-Muhtadiy,  Namun, tulisan yang lebih lengkap tentang pemikiran teologi al-Maturidi baru dilakukan setelah abad ke-5/11 oleh Fakhr al-Islam „Ali ibn Muhammad ibn Abd al-Karim al-Bazdawiy dengan karyanya Ushul al-Bazdawiy. Hal ini kemudian diikuti oleh para tokoh-tokoh Maturidiyah berikutnya.
Salah seorang tokoh Maturidiyah yang hidup pada abad ke-5/11 adalah Abu al-Yusr Muhammad ibn Muhammad ibn Abd al-Karim al-Bazdawiy, lahir pada tahun 421 H dan wafat di Bukhara tahun 493/1099. Beliau menerima pendidikan dari ayahnya, kakeknya sendiri adalah murid dari al-Maturidi. Hal yang menarik dari tokoh ini adalah pandangan-pandangan teologinya yang dalam beberapa hal lebih dekat pada al-Asy’ari dari pada al-Maturidi. Sehingga kemudian dikenal ada dua golongan dalam aliran Maturidiyah: golongan Samarqand yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri, dan golongan Bukhara yaitu pengikut-pengikut al-Bazdawi. Golongan Samarqand lebih dekat pada Mu’tazilah, sedangkan golongan Bukhara lebih dekat pada pendapat-pendapat al-Asy’ari.
Perbedaan pandangan kedua golongan tersebut, antara lain: menurut Maturidiyah Samarqand percaya kepada Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya sebelum adanya wahyu adalah wajib. Pendapat ini sama dengan pendapat Mu’tazilah. Sedangkan bagi Maturidiyah Bukhara akal hanya dapat sampai pada percaya kepada Tuhan, tapi tidak dapat mengetahui wajibnya hal itu sebelum adanya wahyu, pendapat ini sama dengan pendapat Asy’ariyah. Adanya kesamaan pandangan antara al-Bazdawi dengan al-Asy’ari menurut hemat penulis, adalah karena al-Bazdawi, di samping mendalami ajaran al-Maturidi, beliau juga menekuni pemikiran-pemikiran al-Asy’ari, sebagaimana pengakuan beliau sendiri “Saya telah mempelajari sebagian besar kitab-kitab dan hadis-hadisnya (al-Asy’ari)”. Sehingga sedikit banyak al-Bazdawi dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran al-Asy’ari.
Namun, adanya persamaan antara al-Bazdawi dengan al-Asy’ari tidaklah mengurangi kredibilitasnya sebagai seorang pengikut Maturidiyah, karena dalam banyak hal beliau tetap sepaham dengan al-Maturidi sedangkan perbedaan yang terdapat diantara mereka, bukanlah hal yang prinsipil mengemukakan komentarnya terhadap Kitab al-Tauhid karya al-Maturidi yang menunjukkan betapa beliau masih seorang Maturidiyah, kritikannya pada karya al-Maturidi tersebut lebih diarahkan pada metode penulisannya bukan pada materinya. Pada perkembangan berikutnya, muncul seorang murid al-Bazdawi, Najm al-Din Muhammad al-Nasafi, lahir di Nasaf tahun 460/1068 dan wafat di Samarqand tahun 537/1142. Beliau termasuk ulama besar pada masanya, tulisannya yang terkenal adalah al-„Aqa‟id al-Nasafiyah yang dari segi metode dan materinya sangat jelas dipengaruhi oleh pemikiran al-Maturidi.
Tokoh Maturidiyah yang juga dikenal dengan al-Nasafi adalah “Abd al-Mu‟in Maymun ibn Muhammad al-Makhuliy al-Nasafi (w.508/1114). Karyanya antara lain Tabsirah al-Adillah, Tamhid li Qawa‟id al-Tauhid, dan Bahr al-Kalam. Selanjutnya muncul, Ala al-Din Abu Bakr Muhammad al-Samarqandi (w.540/1145), Nur al-Din Muhammad al-Shabuni (w.580/1185), Hafizh al-Din Abu al-Barakat , Abdullah al-Nasafi (w.710/1310), „Ubaid Allah shadr al-Shari’ah al-Mahbubi (w.747-1348), Ala al-Din „Abd al-Aziz al-Bukhari (w.730/1329), Ali al-Sayyid al-Sharif al-Jurjani (w.816/1413), Kamal al-Din Muhammad ibn Humamah (w.861/1455), Ahmad ibn Sulayman al-Rumi Shams al-Din Kamal Pasa (w.940/1533), Ali ibn Sulthan Muhammad al-Makki Mula, Ali al-Qari (w.1014), Kamal al-Din Ahmad al-Bayadi (w.1083/1672), dan Hasan Kafia Pruscak Basnawi (w.1025/1616). Mereka itulah yang berjasa besar dalam menyebarkan dan mengembangkan paham.[6]
3.      Maturidiyah dari masa ke masa
Bagaimana perkembangan ajaran Maturidiyah? Apakah mengalami pergeseran dari paham al-Maturidi sendiri? Ayyub Ali, dalam Aqidah al-Islam wa al-Imam al-Maturidi, menyatakan bahwa berbeda dengan orang-orang Asy’ariyah setelah wafatnya al-Asy’ari, orang-orang Maturidiyah tidak menambahkan sesuatu yang substansial pada pemikiran teologi al-Maturidi. Hal ini, lanjut beliau, disebabkan :
a.       Orang-orang Maturidiyah lebih banyak berkonsentrasi pada masalah fiqh.
b.      Dasar pemikiran teologi Maturidiyah-Hanafiyah telah dibuat oleh Abu Hanafiah, sedangkan al-Maturidi hanya menyempurnakannya, berbeda dengan al-Asy’ari yang baru meletakkan dasar pemikiran teologi Asy’ariyah yang kemudian disempurnakan oleh para pengikutnya.
c.       Asy’ariyah mendapat banyak tantangan dari Hambaliyah dan Mu’tazilah, hal ini memaksa orang-orang Asy’ariyah untuk terus melakukan pengkajian lebih dalam untuk mempertahankan ajaran mereka. Berbeda dengan uraian Ayyub Ali tersebut, mengemukakan alasan bahwa perkembangan pemikiran Asy’ariyah terjadi karena pemikiran teologi al-Asy’ari tidak menggariskan suatu sistem metodologi, seperti apa yang dilakukan oleh al-Maturidi. Dengan kata lain, al-Asy’ari cenderung mengajak manusia untuk percaya, bukan “bagaimana mempercayai”,  jadi lebih bersifat “mendoktrin” dari pada “mendidik”. Pengaruh aliran Maturidiyah dalam dunia Islam tidak sebesar pengaruh aliran Asy’ariyah, yang menurut Nurcholish Madjid paham teologi umat Islam sedunia. Hal ini antara lain, menurut asumsi penulis, karena Maturidiyah berkembang di ujung timur dunia Islam, sehingga secara geografis Asy‟ariyah lebih beruntung karena berada pada bagian pertengahan dan Maturidiyah tidak memiliki tokoh sekaliber al-Gazali, atau dukungan lembaga pendidikan seperti Nizamiyah.
Aliran Maturidiyah, seperti telah dikemukakan sebelumnya banyak dianut oleh umat Islam yang memakai mazhab Hanafi. Mazhab Hanafi sendiri banyak dianut oleh umat Islam di kawasan Turki baik Barat maupun Asia Tengah, dan di anak benua India. Juga terdapat di Irak dan negeri-negeri non-Arab, bercampur dengan mazhab Syafi‟i. Menurut Ibnu Khaldun. Mazhab Hanafi pada masa ini dianut oleh umat Islam di Iraq, India, Cina, daerah seberang sungai Euprat dan Tigris, serta negeri-negeri non-Arab seluruhnya, bersaing dengan mazhab Syafi‟i. Namun, tentu saja hal ini tidak cukup membuktikan apakah semua pengikut mazhab Hanafi juga, secara otomatis, pengikut aliran Maturidiyah. Ternyata, ulama-ulama Irak dan sekitarnya lebih menaruh perhatian pada pemikiran Abu Hanifah.[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, berikut dikemukakan beberapa kesimpulan, yaitu: 
1.      Lahirnya aliran Maturidiyah di latar belakangi oleh: rasa tidak puas al-Maturidi terhadap metode Kalam kaum rasionalis, di satu sisi dan kaum tradisionalis di sisi lain dan  kekhawatiran atas meluasnya paham Syiah Qaramithah yang banyak dipengaruhi oleh aliran Mazdakism dan Manichaenism.
2.      Al-Maturidi adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud al-Hanafi al-Maturidi al-Samarqandi. Beliau dilahirkan di Maturid, Samarqand, salah satu kota besar di Asia Tengah. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan pasti. Diduga beliau lahir sekitar tahun 238/853.
3.      Pemikiran teologi al-Maturidi tersebar melalui karyanya, dan setelah beliau wafat, ajaran-ajarannya yang kemudian dikenal sebagai aliran Maturidiyah, disebarkan melalui murid-murid dan para pengikutnya, dari masa ke masa. Salah seorang pengikutnya yang terkemuka adalah al-Bazdawi yang dalam pandangan kalamnya terdapat perbedaan dengan al-Maturidi, sehingga lahirlah istilah golongan Maturidiyah Bukhara yakni pengikut al-Bazdawi, dan Maturidiyah Samarqand, yakni pengikut al-Maturidi sendiri.
Aliran Maturidiyah banyak diikuti oleh umat Islam yang bermazhab Hanafi, terutama di wilayah Asia Tengah.
Demikian beberapa kesimpulan dari tulisan sederhana ini, semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. Muhammad, Tauhid Ilmu kalam, Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Hanafi. Ahmad, Theology Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Harun. Nasution, Teologi Islam, Jakarta: Universitas Indonesia, 2009.
M. Afrizal, Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi Islam, Jakarta: Erlangga, 2006.
Madjid. Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Paramadina, 2004.
Madkour. Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.


Diakses Pada Tanggal 01 Oktober  Jam 21:00 Wita.
[2] Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: Universitas Indonesia , 2009), h. 76.
[3]Afrizal M, Tujuh perdebatan utama dalam teologi Islam, (Jakarta: Erlangga,  2006), h. 43.
[4] Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, (Pustaka Setia : Bandung, 1998), h. 190.
[5] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 81
[6] Nurcholish Madjid,  Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 145.
[7] Ahmad Hanafi, Theology Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h.81.

Tidak ada komentar :