Buku Tamu

ISLAM PUNDAMENTAL

by AI ILIS S.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Fundamental merupakan suatu kelompok yang berkeinginan untuk kembali kepada nilai-nilai dasar, kemudian dikenal dengan istilah fundamentalis. Munculnya fundamentalisme sebagai suatu gerakan yang berkaitan dengan kondisi masyarakat yang serba tidak menentu, Suatu keadaan dimana nilai-nilai dan aturan kehidupan yang dianut diperhadapkan dengan perubahan sosial yang besar. Ketidak mampuan untuk memberikan dialog serta memberikan resfon terhadap perubahan sosial. Fundamentalisme adalah sebuah peristilahan yang polemikal dikalangan umat beragama, atau sesuai dengan tendensi yang menggunakannya sebagai sebuah sebutan. Misalnya sebagai sifat keberagaman yang ekslusif, absolut, tertutup, intoleran dan lain-lain.[1]  
Pada dasarnya, fundamentalisme Islam bergelora melalui penggunaan bendera jihad untuk memperjuangkan agama. Suatu ideologi yang kerap kali mempunyai fungsi menggugah militansi dan radikalisasi umat. Selanjutnya, fundamentalisme ini diwujudkan dalam konteks pemberlakuan syariat Islam yang dianggap sebagai solusi alternatif terhadap krisis bangsa. Mereka hendak melaksanakan syariat Islam secara kafah dengan pendekatan tafsir literal atas Al Quran.
B.  Rumusan Masalah
Dalam hal ini pemakalah batasi dengan rumusan sebagai berikut:
1.    Apa Pengertian Islam Fundamental?
2.    Apa Penyebab Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalis?
3.    Bagaimana Karakteristik Islam Fundamentalis?
4.    Bagaimana Sikap Kaum Fundamentalis?
C.  Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan materi ini yaitu:
1.    Memahami Pengertian Fundamental
2.    Mengetahui Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalis
3.    Mengetahui Karakteristik Islam Fundamentalis
4.    Mengetahui Sikap Kaum Fundamentalis


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Fundamental
Dalam kamus Bahasa Indonesia Fundamentalisme berasal dari kata Fundamen yang artinya fondasi, dasar, asas dan hakikat.[2] Secara historic istilah Fundamentalisme pada dasarnya diatributkan pada sekte protestan yang menganggap injil bersifat absolute dan sempurna dalam arti literal sehingga mempertanyakan satu kata yang ada dalam injil dianggap dosa besar dan tak terampuni.
Dalam hal ini, kamus Oxford mendifinisikan kata Fundamentalisme sebagai pemeliharaan secara ketat atas kepercayaan agama tradisional seperti kesempurnaan injil dan penerimaan literal ajaran yang terkandung didalamya sebagai fundamental dalam pandangan Kristen protestan.
Sedangkan, William Montgomery Watt mendefinisikan bahwa kelompok fundamentalis Islam adalah kelompok muslim yang secara sepenuhnya menerima pandangan dunia tradisional serta berkehendak mempertahankannya secara utuh.[3]
Fundamentalisme dapat diartika juga sebagai suatu pendirian yang tegas dan tidak ragu-ragu bahwa sekelompok keyakinan tertentu biasanya diambil dari tulisan-tulisan suci dan sering dihubungkan dengan kehidupan dan pengajaran dari seorang tokoh tertentu, yang secara pasti mewakili kebenaran dan merupakan kewajiban semua orang yang beriman untuk menggiatkan kehidupan mereka dan mengarahkan aktivitas-aktivitas mereka susuai dengan keyakinan-keyakinan mereka itu.[4]
Menurut Rahman,dalam daftar kosa katanya, “fundamentalis” sejati adalah orang yang komitmen terhadap proyek rekontruksi atau rethinking (pemikiran kembali) Fazlur Rahman menggunakan istilah kebangkitan kembali ortodoksi untuk kemunculan gerakan fundamentalisme Islam.[5]
Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa Pengertian fundamentalisme Islam adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi), oleh sebab itu pengikut kelompok-kelompok paham ini seringkali berbenturan dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang ada dilingkungan agamanya sendiri, dikarenakan anggapan diri sendiri lebih murni dan benar daripada lawan-lawan mereka yang iman atau ajarannya telah tercemar. Ini semua biasanya didasarkan pada tafsir atau interpretasi secara harafiah semua ajaran yang terkandung dalam kitab Suci atau buku pedoman lainnya.
B.       Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalis
Bernard Lewis menyatakan bahwa Fundamentalis mulai dipakai pada abad 19 yang ditujukan untuk menyebut organisasi-organisasi greja dari protestan, kemudian istilah ini juga digunakan untuk menyebut kelompok muslim yang menentang kaum liberal dan modernis terhadap al-Qur’an.[6] Menisbahkan kemunculan fundamentalisme di dunia dikaitkan dengan pencarian posisi Islam dengan kebudayaan modern yang lahir dari Islam semata-mata reaksi terhadap fundamentalisme Barat.
Fundamentalisme Islam tidaklah sepenuhnya baru. Sebelum munculnya fundamentalisme kontemporer terdapat gerakan yang mungkin dapat disebtut sebagai prototype gerakan-gerakan fundamentalisme yang muncul dalam masa-masa lebih belakangan. Makanya, untuk menghindari kekeliruan ini, ada baiknya gerakan fundamentalisme dibagi menjadi dua tipologi yaitu pramodern dan kontemporer.
a.         Fundamentalisme Pramodern muncul disebabkan situasi dan kondisi tertentu dikalangan umat muslim sendiri. 
b.        Fundamental kontemporer bangkit sebagai reaksi terhadap penetrasi sitem dan nilai sosial, budaya, politik dan ekonomi barat, baik kontak langsung maupun melalui pemikir muslim tegasnya kelompok modernis, skularis yang menurut Fundamentalis merupakan perpanjangan mulut dan tangan Barat. 
       Gerakan pramodern pertama, muncul di Semenanjung Arabia, di bawah pimpinan Muhammad bin Abd al-Wahhab (1703-1792). Banyak dipengaruhi gagasan-gagasan pembaruan Ibn Taymiyah dan memeperoleh pendidikan dikalangan Ulama reformis di Haramayan, Ibn Abd al-wahhab menggoyang pendulum reformisme Islam ke titik ekstrim fundamentalisme Islam radikal. Bekerjasama dengan kepala kabilah local di Nejd,  Ibn Sa’ud (w 1765), Ibn Abd al-Wahhab melancarkan jihad terhadap kaum Muslim yang dipandangnya telah menyimpang dari ajaran islam yang murni yang menurutnya banyak mempraktikan bid’ah, khurafat, takhayul dan semacamnya. Fundamentalisme Wahhabi tidak hanya berupa purifikasi tawhid, tetapi juga penumpahan darah dan penjarahan Mekkah dan Madinah, yang diikuti pemusnahan monument-monumen historis yang mereka pandang sebagai sumber praktik-praktik menyimpang.
Fundamentalisme Islam, baik langsung atau tidak dipengaruhi Gerakan Wahhabi, segera muncul di berbagai penjuru dunia Islam. Di Nigeria Utara, Syaikh Utsman dan Fodio (1754-1817) yang secara intelektual mempunyai kaitan erat dengan jaringan ulama reformis yang berpusat di Haramayn melancarkan aksi jihad memerangi penguasa Muslim dan pendukung-pendukungnya yang dipandanganya korup dan menjalankan praktik Islam yang bercampurbaur dengan tradisi budaya local. Utsman dan Fadio berhasil mendirikan Kekhalifahan Sokoto, meskipun cuma berumur singkat. Gerkan jihad segera juga muncul di Afrika Barat, dibawah pimpinan al-Hajj Umar Tal (1794-1865). Gerakan Fundemntalis Umar Tal menyebar di wilayah-wilayah yang sekarang termasuk Guinea, Senegal dan Mali.
Gerakan Fundemntalis yang mirip dengan Wahhabi muncul dalam gerakan Padri di Minangkabau. Sama dengan perkembangan awal Gerakan Wahabbi dalm lingkungan ulama reformis dan cosmopolitan di Haramyan, gerakan padri bermula dari pembaruan dari gerakan moderat yang dilancarkan Tuanku Nan Tuo dan murid-muridnya dari Surau Koto Tuo, Agama sejak perempatan terakhir abad 18. Oposisi yang keras adari para pembaru moderat dan kaum adat merupakan faktor penting yang mendorong terjadinya radikalisasi gerakan pembaruan ini oleh murid-murid Tuan ku Nan Tuo, khususunya Tuanku Nan Ranceh.
Dalam gerakan-gerakan fundamentalis selanjutnya, warna anti Barat masuk secara signifikan, walau tema “kembali kepada islam murni” juga tidak ditinggalkan, yang pada intinya menekankan penerapan syariah dan ajaran-ajaran al-Quran lainya secara ketat.[7]
Adapun tokoh yang mempengaruhi gerakan-gerakan fundamentalisme dalam Islam yang pertama kali muncul di wilayah Semenanjung Arabia, ketika masa pra modern ialah Muhammad Abd al-Wahhab (1703-92) yang dikenal dengan gerakan Wahabi. Selanjutnya di masa kontemporer sekarang ini gerakan-gerakan fundamentalis juga banyak bermunculan diantaranya kebangkitan gerakan al-ikhwal al-muslim (IM) yang didirikan di Mesir pada tahun 1928, di bawah pimpinan Hasan al-Banna, yang selanjutnya di gantikan oleh Sayyid al-Quthb. [8]
Dalam hal ini faktor-faktor yang melatar belakangi lahirnya gerakan fundamentalisme adalah:
1. Adanya keinginan dari sekelompok umat untuk melakukan pemurnian (purifikasi) terhadap ajaran agama Islam yang dianggap sudah menyimpang dari sumber aslinya.
2. Adanya perintah Allah di dalam Al Qur'an (umatan wahidah) untuk menjadikan seluruh umat manusia menuju jalan yang benar. Dalam hal ini Al- Qur’an telah mengatakan bahwa manusia dilahirkan untuk beribadah kepada Allah atau menyembah kepada-Nya
3. Arus globalisasi yang tidak terbendung yang tidak terfiltrasi oleh masyarakat sehingga menyebabkan lahirnya perilaku masyarakat yang imoral dan menyimpang dari norma-norma agama.
4. Kekuasaan pemerintahan yang menyeleweng dari nilai-nilai yang fundamental.
5. Berkembangnya sains dan teknologi modern yang dianggap menyimpang atau menyeleweng dari aturan yang telah ditetapkan oleh kitab suci.
6. Adanya penjajahan barat yang menghancurkan serta sekular justru datang belakangan.[9]
C.       Karakteristik Islam Fundamentalis
Karakteristik fundamentalisme adalah keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan yang dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan itu dikembangkan gagasan dasar bahwa suatu agama tertentu dipegang kokoh dalam bentuk literal dan bulat, tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi dan pengurangan. Demikianlah apa yang telah dipaparkan oleh Hamim Ilyas yang mengatakan bahwa fundamentalisme selalu identik dengan penafsiran kitab suci yang secara rigid (kaku).
Gejala fundamentalis Islam dapat dilihat dari beberapa prinsip:
1.        Fundamentalise adalah oppositionalism (paham perlawanan). Fundamentalise dalam agama manapun mengambil bentuk perlawanan yang bukannya tak sering bersikap radikal terhadap ancaman yang dipandang akan membahayakan eksistensi agama, apakah dalam bentuk modernitas atau modernism, skularisasi dan tata nilai Barat pada umumnya. Acuan dan tolak ukur untuk menilai tingkat acuan itu tentunya adalah kitab suci, yang kasus dalam fundamentalise islam adalah al-Quran dan al-hadis.
2.        Kaum Fundamentalis menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya. Teks al-Qur’an harus dipahami secara literal sebagaimana adanya, karena nalar dipandang tidak mampu memberikan interpretasi yang tepat terhadap teks. Meski bagian-bagian tertentu teks kitab suci boleh jadi kelihatan bertentangan satu sama lain, nalar tidak dibenarkan melakukan semacam komprosmi dan interpretasikan ayat-ayat tersebut.
3.        Penolakan terhadap pluralism dan relativisme. Bagi kaum fundamentalisme pluralism merupakan hasil dari pemahaman yang keliru terhadap teks kitab suci. Pemahaman dan sikap keagamaan yang tidak selaras dengan pandangan kaum fundamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama muncul tidak hanya dari intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama.
4.        Penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis. Kaum fundamentalis berpandangan, bahwa perkembangan historis dan sosiologis telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin literal kitab suci. Kaum fundamentalis cenderung bersifat historis dan asosiologis dan tanpa peduli bertujuan kembali kepada bentuk masyarakat ideal seperti zaman salaf yang dipandang mengejawantahkan kitab suci secara sempurna.[10]  
            Dalam hal ini kaum fundamentalis mereka cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teks-teks suci agama, menolak pemahaman kontekstual atas teks agama, karena pemahaman seperti ini dianggap akan mereduksi kesucian agama. Mereka menolak pluralisme dan relativisme dan mereka memonopoli kebenaran atas tafsir agama.
D.      Sikap Kaum Fundamentalis
Dilihat dari perkembangannya, fundamentalisme dibagi menjadi dua macam yaitu fundamentalis yang sifatnya positif dan fundamentalisme yang sifatnya negatif.
1.        Fundamentalisme positif yaitu fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi keagamaan sebagai sumber moral dan etika kemaslahatan publik. Fundamentalisme Islam yang sifatnya positif diterjemahkan sebagai suatu ‘gerakan sosial’, tidak sebagai ‘gerakan Islam’. Secara umum, fundamentalisme Islam sebagai satu gerakan sosial yang berupaya memapankan sistem kepercayaan ‘umat Islam’ yang murni di tengah hingar bingar hegemoni dan dominasi budaya Barat. Selain itu, mereka mengakui bahwa nilai-nilai Islam itu hanya dapat terpelihara dengan membangun satu bentuk negara teokrasi atau agama sebagai tandingan atas negara atau bangsa yang demokratis. Tambahan pula, para fundamentalis sedang menggiatkan politisasi agama untuk memperjuangkan dan membela tujuan-tujuan sosio-ekonomi dan politik mereka tetapi tetap berasaskan dengan ajaran Tuhan. Untuk mendapatkan legitimasi dari suatu Negara, mereka memasukkan ideologi mereka dengan cara apapun, baik langsung maupun tak langsung. Dalam pergerakannya mereka tidak melakukan gerakan dengan cara fisik tetapi kebanyakan mereka menggunakan ideologi untuk mengubah faham yang semula dianut menjadi sesuatu yang berlainan dengan ketentuan yang dianut.
2. Fundamentalisme negatif yaitu fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi sebagai sumber dan justifikasi atas kekerasan. Pada mulanya, fundamentalisme dalam tradisi Islam adalah upaya untuk menggali dan bahkan mengembangkan dasar-dasar keagamaan, sebagaimana terdapat dalam khazanah Ushul Fiqih. Bagi mereka yang memahami khazanah Ushul Fiqih dengan baik, maka Islam akan berwajah progresif. Tapi sebaliknya, bagi mereka yang mendekati teks keagamaan tanpa melalui media Ushul Fiqih, maka kemungkinan akan menjadi fundamentalis yang radikal, bahkan teroristik. Dalam hal diartikan sebagai tindakan dalam menghadapi musuh Tuhan yaitu modernisme dan sekularisme.
Oleh karena itu, kaum fundamentalisme semacam ini dalam pergerakannya sering menggunakan tindakan kekerasan atau yang lainnya untuk menjadikan apa yang diinginkan tercapai.[11]
Abdul Muis Naharong menyebutnya ke dalam dua bentuk:
1. Fundamentalisme Islam yang moderat
Fundamentalisme Islam moderat berupaya mengislamkan masyarakat secara berangsur-angsur (Islamisasi dari bawah), lewat jalur politik dan dakwah. Usaha mereka tidak jarang diiringi dengan melakukan tekanan terhadap pemerintah untuk melakukan Islamisasi dari atas, seperti memasukkan syariat Islam ke dalam Undang-undang dan sebagainya.
2. Fundamentalisme Islam yang radikal
Sementara itu, fundamentalisme Islam radikal berupaya melakukan Islamisasi dengan menghalalkan cara-cara kekerasan. Mereka terbagi menjadi dua yakni yang berskala Nasional-regional dan yang berskalatransnasional-supranasional.
Fundamentalisme Islam radikal berskala Nasional-regional adalah mereka yang berusaha mendirikan negara Islam dengan cara kekerasan dan syarat utamanya adalah menjatuhkan secara paksa penguasa suatu negara ataupun beberapa negara, kemudian diambil alih dan didirikanlah negara Islam. Sementara itu, fundamentalisme Islam radikal transnasional-supranasional lebih memusatkan perhatian dan kegiatannya dalam memerangi pemerintah yang selalu menekan dan hendak memberantas gerakan Islam di negaranya. Yang mudah dilihat jelas, adalah kebencian anggota kelompok ini kepada negara-negara Barat terutama Amerika Serikat (AS) dan sekutunya yang sering mereka anggap hendak menghancurkan negara Islam dan negara berpenduduk muslim.[12]
Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa fundamentalis mengambil sikap perlawanan ada yang menggunakan idiologi tanpa kekerasan fisik da ada yang radikal terhadap ancaman yang dipandang mengancam eksistensi agama, mereka menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya, teks kitab suci mesti dipahami secara literal sebagaimana adanya karena nalar dipandang tidak mampu memberikan penafsiran yang tepat dan penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis. Kaum fundamentalisme berpandangan bahwa perkembangan historis dan sosiologis telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin literal kitab suci dalam hubungan ini, masyarakat dan perkembangannya harus disesuaikan dengan kitab suci.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
1.        Pengertian Islam Fundamental
Fundamentalisme Islam adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi).
2.        Penyebab Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalis
Faktor yang melatar belakangi lahirnya gerakan fundamentalis adalah situasi politik baik ditingkat domestik maupun ditingkat internasional. Begitupula di Indonesia, gerakan muslim fundamentalis lebih banyak dipengaruhi oleh instabilitas sosial-politik.
3.        Karakteristik Islam Fundamentalis
Karakteristik fundamentalisme adalah skriptualisme, yaitu keyakinan harfiyah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan yang dianggap tanpa kesalahan.
4.        Sikap Kaum Fundamentalis
Sikap Positif:
Sikap positif kaum fundamentalis antara lain: taat, setia, berpegang teguh pada idiologinya, kerjatim, ikatan solidaritas yang cukup tinggi, militan dan relamenerima resiko dari sebuah perjuangan.
Sikap Negatif
Sikap negative kaum fundamental antara lain: rigid, literalis, lebih menekankan simbol-simbol keagamaan daripada substansinya, yakin bahwa pandangan yang paling benar, yang tidak sejalan dianggap salah, kehidupan mereka terkesan kolot, kuno dan cenderung nyleneh, dan cenderung memaksakan kehendak.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed s, Akbar, Rekonstruksi Sejarah Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru Cetakan pertama, 2002
Azizy, A Qodri dkk. Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Burrell, RM. Fundamentalisme Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995
Darwan, Raharjo. Fundamentalisme. Jakarta: Paramadina,1996
Montgomery Watt, William. Fundamentalisme Islam dan Modernitas. Jakarta: PT Grafindo Persada, 2001
Montgomery Watt, William. Fundamentalisme Islam dan Modernitas. Jakarta: PT Grafido Persada, 1997
Naharong, Abdul Muis. Fundamentalisme Islam. Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No.1 Juli 2005
Rahman, Fazlur. Gelombang Perubahan dalam Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2000
http://ibrahimmuhlis.blogspot.co.id/2011/06/fundamentalisme.html?m=1, diakses pada hari minggu, 30 Oktober 2016 14.30 Wita
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. bagian pertama, cetakan ke-4. Jakarta: Balai Pustaka,1966
             



                         [1] A Qodri Azizy dkk. Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) h. 187
[2] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,bagian pertama,cetakan ke-4. (Jakarta: Balai Pustaka,1966.), h.21
[3] William Montgomery Watt. Fundamentalisme Islam dan Modernitas. ( Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 1997),  h. 3-4
[4] RM Burrell. Fundamentalisme Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995),  h. 3
[5] Fazlur Rahman. Gelombang Perubahan dalam Islam. (Jakarta: Rajawali Press, 2000),  h. 14
                [6] A Qodri Azizy dkk. Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) h. 189
[7] A Qudri Azizi dkk. Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia. (Pustaka Pelajar: Yogyakarta 2005),  h .192-194
                [8] William Montgomery Watt diterjemahkan oleh Taufik Adnan Amal. Fundamentalisme Islam dan Modernitas. (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2001) h. 111


[9] http://ibrahim-muhlis.blogspot.co.id/2011/06/fundamentalisme.html?m=1, diakses pada hari minggu, 30 Oktober 2016 14.30 Wita

                         [10] A Qodri Azizy dkk. Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),  h. 192
[11] http://ibrahim-muhlis.blogspot.co.id/2011/06/fundamentalisme.html?m=1, diakses pada hari minggu, 30 Oktober 2016 14.30 Wita


[12] Abdul Muis Naharong. Fundamentalisme Islam. (Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No.1 Juli 2005)





























Tidak ada komentar :