by SYAMSIAR S.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Fluralisme
merupakan suatu faham yang dilandasi dengan hidup yang sadar akan sebuah
perbedaan dan kemajemukan dalam berbangsa dan bernegara khususnya bangsa
Indonesia sesuai asas Negara kita yaitu Bhinneka tunggal Ika. Dalam memahami
Islam ada banyak ragam multitafsir dalam memahami tentang Fluralisme, dengan
cara pandang yang berbeda sehingga menimbulkan permasalahan dan terjadi debat
tentang pemaknaannya. Budaya maupun adat sangat menuntun untuk menjalin
solidaritas ummat, bersikap toleransi dan menumbuhkan sikap tenggang rasa antar
sesama terlebih sesama ummat muslim.
Fluralisme
faham yang sering dibincangkan dalam kalangan masyarakat, yang menjadi, salah
satu fahamnya dituntut untuk saling tergantung dan menanggung nasib secara
bersama-sama saling merangkul demi terciptanya perdamaian. Salah satu bagian
penting dari konsekuensi tata kehidupan global yang ditandai kemajemukan etnis,
budaya dan agama tersebut, untuk membangun dan menumbuhkan kembali fluralisme dalam masyarakat.
Islam sebagai agama Rahmatan lil ‘alamin harus
membuka diri dengan agama-agama lain, tidak menganggap diri sebagai agama yang
paling benar dibanding agama-agama lain, karena semua agama sama, yaitu dengan
tujuan utamanya adalah Tuhan. Didalam makalah ini akan dibahas tentang
Fluralisme agama dalam pandangan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Pluralisme?
2. Sejarah
munculnya Pluralisme
3. Sebab-sebab
munculnya Pluralisme?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui arti Pluralisme
2.
Mengetahui sejarah munculnya Pluralisme
3.
Mengetahui sebab-sebab munculnya Pluralisme
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pluralisme
Pluralisme secara lughawi berasal dari kata plural
(Inggris) yang berarti jamak, dalam arti kata ada keanekaragaman dalam
masyarakat, ada banyak hal lain diluar kelompok kita yang harus diakui. Lebih
luas lagi, Pluralisme adalah sebuah “ism” atau aliran tentang Pluralitas.[1]
Secara Khusus dalam hal agama, berbagai masyarakat yang menganut agama
kepercayaan yang berbeda-beda, dengan gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa
Pluralisme agama bukanlah kenyataan yang mengharuskan orang untuk saling
menjatuhkan, saling merendahkan atau saling mencampuradukkan antara agama yang
satu dengan agama yang lain untuk memperkaya pengalaman iman kita, bukan
belajar untuk mencari untuk kekurangan dan kelemahan agama lain untuk bias
memojokkan, atau menganggap enteng, atau menganggap bahwa agama yang lain tidak
benar dan agama kita sendirilah yang paling benar, maka dari itu pluralism
adalah faham yang menjunjung tinggi nilai
keagamaan dan penghargaan antara sesama pemeluk agama.
Pluralisme adalah bahasa dan faham yang
erat kaitannya dengan Posmodernis.[2] Dalam
ungkapan ini erat kaitannya dengan bagaimana berlaku dan menumbuhkan semangat
pluralisme dalam kehidupan yang modern dengan hadirnya berbagai faham berbagai
macam tafsiran dalam memaknai Agama dan budaya-budaya masyarakat di Indonesia.
Maka dengan beberapa pendapat tersebut bisa diartikan Pluralisme adalah faham
yang Menghargai kemajemukan, heterogen, yang diakui berbeda-beda baik dari
budaya, pemikiran dan agama pada umumnya.
B.
Sejarah
dan Perkembangan Pluralisme Agama
Pemikiran Pluralisme agama muncul pada
masa yang disebut pencerahan Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang
sering disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern.
Yaitu masa yang diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia
yang berorientasi pada superioritas akal
(rasionalisme), dan pembebasan akal dari kungkungan-kungkungan agama. Ditengah
hiruk pikuk pergolakan pemikiran di Eropa yang timbul sebagai konsekuensi logis
dari konflik-konflik yang terjadi antara gereja dan kehidupan nyata di luar
gereja, muncullah suatu paham yang di kenal dengan “Liberalisme” yang komposisi
utamanya adalah kebebasan, toleransi, persamaan dan keragaman atau pluralisme.
Oleh karena paham Liberalisme pada awalnya muncul sebagai mazhab sosial
politis, maka wacana pluralisme yang lahir dari rahimnya termasuk gagasan
pluralisme, juga lebih kental dengan nuansa dan aroma politik, maka
tidaklah aneh jika kemudian gagasan pluralisme agama itu sendiri muncul dan hadir
dalam kemasan “Pluralisme Politik”.[3]
Muhammad Legenhausen yang seorang pemikir Muslim kontemporer berpendapat bahwa
munculnya Faham Liberalisme Politik di
Eropa saat abad ke -18 Masehi, sebagian besar didorong oleh kondisi masyarakat
yang carut marut akibat memuncaknya sikap-sikap intoleran dan konflik-konflik
etnis yang sektarian yang pada akhirnya menyeret ke pertumpahan darah antar ras, sekte dan mashab pada masa era
reformasi keagamaan. Jelas faham ini Liberalisme tidak lebih merupakan respon
politis terhadap kondisi sosial masyarakat Kristen Eropa yang Plural dengan
sekte-sekte keragaman, kelompok dan mashab-mashab, namun saat itu kondisi
pluralistik hanyalah terbatas dalam masyarakat Kristen Eropa perkembangan yang
sekian lama, baru kemudian pada abad ke-20 berkembang hingga mencakup
komunitas-komunitas lain di dunia.
Selama dua dekade abad terakhir ke-20
yang lalu, gagasan-gagasan tentang pluralisme telah mencapai kematangannya,dan
pada gilirannya menjadi sebuah diskursus pemikiran tersendiri pada dataran
teologi modern. Fenomena sosial politik pada abad ini juga mengetengahkan
realitas baru kehidupan antar agama yang
lebih nampak sebagai penjabaran dalam pluralisme agama. Dalam rangka teoritis,
pluralisme agama pada masa ini telah dimatangkan oleh pemikir-pemikir teolog
modern dengan konsepsi yang lebih diterima oleh kalangan antar agama. Abad ke -20 M, gagasan pluralisme agama telah
semakin kokoh dalam wacana pemikiran
teolog barat, Tokoh yang tercatat pada barisan pemula muncul dengan
gigih mengedepankan gagasan ini adalah seorang teolog Kristen Liberal Ernts
Troeltsch(1865-1923) dalam sebuah makalahnya yang berjudul “Posisi Agama
kristen diantara Agama-agama Dunia.” Yang disampaikan dalam sebuah kuliah di
Universitas Oxford menjelang wafatnya pada tahun 1923, yang melontarkan gagasan
pluralisme agama secara argumentatif bahwa dalam semua agama, termasuk Kristen
selalu mengandung kebenaran dan tidak satu agamapun yang memiliki kebenaran
mutlak, konsep Ketuhanan dimuka bumi ini beragam dan tidak hanya satu.
Mengikuti statement itu dengan melihat
konteks yang ada bahwa dengan tanpa ragu-ragu telah memprediksi bahwa munculnya
model keyakinan atau agama universal baru yang selaras dengan konsep
pemerintahan global. Sejarawan Inggris ternama adalah Arnold Toynbee
(1889-1975) juga menyusul kemudian dengan gagasan yang kurang lebih sama dengan
pemikiran dalam karyanya “An Historian’s
Approach to Religion (1965).
Karya-karya tersebut mencerminkan suatu
fase pemikiran yang pluralisme yang masih dalam tahap fermentasi atau sebuah
pembentukan wacana, Gagasan tersebut kemudian nampak semakin berkembang dalam
pemikiran para teolog dan sejarawan Kanada Dalam karyanya “Towards A World Theology” (1981). Yang dalam karyanya itu
menerangkan tentang perlunya menciptakan konsep-konsep teologi Universal atau
global yang bisa dijadikan pijakan pertama (Common
Ground). Bagi agama-agama dunia dalam berinteraksi dan bermasyarakat secara
damai dan harmonis.
Jika ditelusuri lebih jauh tentang peta
sejarah peradaban-peradaban dunia lain,
kecenderungan sifat yang beragama yang pluralistik, dengan pemahama yang
dikenal sekarang, sejatinya bukanlah barang yang baru, Pluralisme ini sudah
muncul di India pada abad ke -15M hanya saja berpengaruh gagasan ini belum
mampu, menerobos batas-batas geografis regional, sehingga hanya populer di anak
benua India. Ketika arus globalisasi telah semakin menipiskan pagar-pagar
kultural Barat-Timur dan mulai maraknya interaksi kultural antar kebudayaan dan agama dunia, dilain pihak
timbulnya kegairahan baru dalam meneliti dan mengkaji agama-agama Timur,
Khususnya Islam yang disertai dengan berkembangnya pendekatan-pendekatan baru
dengan kajian agama, maka mulailah gagasan pluralisme agama berkembang secara
pelan tapi pasti, dana mendapat tempat dihati para intelektual hampir
secara Universal.
C.Sebab-sebab Muculnya Pluralisme
Pluralisme tidak dapat difahami hanya
dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam terdiri dari
berbagai suku dan agama, dan pluralisme juga tidak hanya difahami sebagai
Kebaikan Negatif, yang hanya di dilihat yang seolah ingin menyingkirkan
Fanatisme. Pluralisme harus difahami sebagai ‘Pertalian Sejati kebhinnekaan
dalam ikatan-ikatan keadaban’ dan Pluralisme merupakan suatu keharusan bagi
kemaslahatan Ummat manusia.[4]
Berdasarkan teori diatas maka pluralisme tidak lain hanya untuk sikap toleransi
terhadap agama lain yang sadar akan heterogen.
Sebab-sebab
lahirnya teori pluralisme agama yang banyak dan beragam sekaligus kompleks yang secara umum dapat
diklarifikasikan dalam dua faktor Internal dan faktor eksternal, dimana faktor
internal merupakan faktor yang timbul akibat tuntutan akan kebenaran mutlak
dari agama-agama itu sendiri, baik dalam masalah aqidah sejarah maupun dalam
bahasa keyakinan pada doktrin.faktor ini sering dinamakan dengan faktor
ideologisyang dibagi menjadi dua,faktor sosio-politis dan faktor ilmiah
1.Faktor Ideologis
Faktor
ideologis adalah keyakinan sesorang akan sesuatu yang mutlak, absolut bahwa apa
yang diyakini sesuatu yang paling benar dan paling superior adalah alami
belaka. yang berlaku dalam hal aqidah, mazhab dan ideologi baik yang bersumber
dari makhluk Allah atau sumber lainnya. Kenyataan ini hampir tidak ada yang
mempertanyakan dan mempertentangkan,hingga seiring waktu datangnya faham modern
yang menganggap sebuah agama adalah relatif( Relativisme Agama) dan menolak
absolut, sebagaimana yang di yakini dengan ayat Allah dalam (surah Ali
Imran:19) yang artinya “ Sesungguhnya
agama (yang di ridhoi) disisi Allah hanyalah Islam”. Ayat yang lain juga
ditegaskan dalam (surah Ali Imran:85) yang artinya, “barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang merugi”
Ayat
diatas menjelaskan tentang keyakinan yang mutlak akan agama Islam yang
sesungguhnya, olehnya sumber ini dijadikan landasan agama yang paling benar
adalah Islam. Sebagaimana diceritakan
juga dalam kitab Imamat (Leviticus)
yang bermakna
“ Akulah Tuhan Allahmu yang
memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain Kamu kupisahkan dari bangsa-bangsa lain
supaya menjadi milik milik-Ku,Kamu harus suci karena Akulah Tuhan, dan aku
Suci” diatas menjelaskan tentang bagaiman agama islam dan
Kristen memahami adanya keterpilihan dari Sang Pencipta.
Pada
dasarnya semua sepakati bahwa setiap agama memiliki sejarah yang disakralkan
para pemeluknya dan diyakini keberadaannya secara mutlak.
2. Faktor Eksternal
Adapun
faktor-faktor Eksternal meliputi sebagai berikut:
1. Faktor
Sosio-Politik
Faktor
yang mendorong munculnya teori Pluralisme agama dalah berkembangnya
wacana-wacana sosio-politik, demokrasi dan nasionalisme yang telah melahirkan
sistem negara-bangsa dan mengarah pada
apa yang dewasa ini dikenal dengan “Globalisasi” Proses ini bermula sejak
pemikiran manusia mengenal “Liberalisme” yang membaca faham-faham kebebasan,
toleransi, kesamaan dan fluralisme.
Dalam
konteks Indonesia sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 29
ayat 1. sebagai konstitusi yang menyatakan secara jelas bahwa” Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.[5]
Dalam hal ini secara global dalam konstitusi Pemerintahan telah menjamin para
Ummat kebebasan dalam menentukan pilihan agama sesuai yang di yakini, jadi
dalam memkasakan kehendak pribadi masing-masing tidaklah berlaku.
Al-Qur’an
mengakui keberadaan agama-agama lain dalam menyerukan kepada ummat Islam agar
hidup berdampingan dengan ummat agama lain secara damai, tidak hanya itu berdasarkan pemikiran Mohamed Talbi,
Al-Qur’an menjamin kebebasan beragama sebagaimana dalam ( Q.S Surah Al-Maidah:
66) yang artinya: “ Dari atas mereka (langit )dan dari bawah kaki mereka (bumi), jika
mereka benar-benar menegakkan ajaran Taurat dan Injil dan ajaran yang
diturunkan kepada mereka dan Tuhan”. Berdasarkan ayat diatas menunjukkan
bahwa tidaklah berhak mengklaim agama Islam yang paling benar, karena adanya
kitab-kita suci dari Taurat dan Injil merupakan bukti bahwa adanya eksistensi
mereka dalam sebuah akidah agama.
Berdasarkan pemikiran Nurcholis madjid
menegaskan bahwa Pluralisme tidak hanya mengisyaratkan adanya sikap bersedia mengakui hak kelompok
agama lain yang ada, melainkan mengandung makna kesediaan berlaku adil kepada
kelompok lain atas dasar agama, melainkan mengandung makna kesediaan berlaku
adil kepada kelompok lain atas dasar perdamaian dan saling menghormati.[6]
Paparan diatas menegaskan bahwa pluralisme agama adalah suatu sistem nilai yang
memandang keberagamaan atau kemajemukan agama
dan secara positif sekaligus optimis dengan menerimanya sebagai
kenyataan (Sunnatullah) dan berupaya agar berbuat sebaik mungkin dengan
kenyataan itu. Dikatakan dengan positif karena mengandung pengertian agar ummat
beragama tidak memandang pluralitas sesuatu yang ingin dibasmi, bahkan
dijadikan metode untuk berlomba-lomba dalam sebuah kebaikan dan menghargai
sesama. Pluralisme juga dinyatakan sebagai keharusan keselamatan Ummat manusia,
antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannnya.[7]
Jadi sangat
penting bersikap baik apalagi dengan mengembangkan faham tentang keselamatan
ummat yang berarti dapat menjadi dasar bagi manusia dalam mengolah faham dan
mengimbangi secara matang tentang pentingnya Pluralisme.
Secara
Universal kita dapat menerapkan Amal Ma’ruf Nahi mungkar yang berarti melakukan
sebuah kebaikan dan menghindari keburukan. Sebagaimana dikemukakan oleh
Al-Hamdani mengatakan bahwa makna yang luar dari Amal-Ma’ruf meliputi Aqidah,
ekonomi, akhlak, ibadah dan kemasyarakatan.[8]
Beliau
juga berpendapat bahwa secara normatif terdapatnya gagasan al-kitab dalam Al-Qur’an
merupakan Konsep-konsep yang memberikan pengakuan tertentu kepada penganut
agama lain yang memiliki kitab suci[9]
Disisi lain Franz Magnis Suseno, memberikan catatan yang patut dikaji oleh
masyarakat agama-agama, bahwa tantangan agama-agama di masa mendatang adalah
merebaknya konflik, baik antar umat agama maupun inter umat agama itu sendiri.[10]
Diatas menerangkan perlunya mengubah mindset
atau kerangka berfikir yang masih keliru, kita mesti belajar untuk duduk
bersama, saling mendengar dan bertukar pikiran, baik dengan sesama muslim
maupun non muslim.
B. Faktor Keilmuan
Faktor
keilmuan meliputi gerakan Kajian-kajian “Ilmiah” Modern terhadap Agama-agama.
Pada hakikatnya terdapat banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan
pembahasan ini, namun memiliki kaitan langsung dan erat kaitannya dengan
timbulnya teori-teori pluralisme agama adalah marakya studi-studi Ilmiah modern
terhadap agama-agama dunia. Atau yang sering juga dikenal dengan Studi
Perbandingan Agama.
Evolusi politik ekonomi telah
memberikan pengaruh yang sebanding dengan evolusi sosial budaya, begitu juga
sebaliknya, diantara kedua tersebut terdapat hubungan implikatif dan timbal-balik.
Kajian-kajian terhadap agama Timur yang telah dirintis dan dikembangkan oleh
sarjana-sarjana Barat di zaman modern dapat diinterpretasikan dalam kerangka
ini, bahkan sebagiannya memiliki fase-fase awal, dapat dimasukkan kedalam satu cabang studi yang sering dikenal umum
orientalisme.
Terlepas dari motivasi dan tujuan
yang ada dibaliknya, kajian-kajian ini telah berkembang begitu pesat dan cepat,
baik dalam metodologi maupun materinya sehingga memungkinkannya untuk membuat
penemuan-penemuan, tesis-tesis, teori-teori, kesimpulan-kesimpulan yang baru
dan pada gilirannya menjadikannya dalam bobot yang sangta diperhitungkan dalam
diskursusu pemikiran dan akademik modern, lebih dari itu kajian-kajian itu
telah berhasil membekali perpustakaan-perpustakaan dengan banyaknya literatur
yang berkenaan dengan agama-agamaa dunia yang sangat bermanfaat bagi
kajian-kajian berikutnya. Seperti contoh di Bali , perkembangan pesantren di
Bali tidak dapat lepas dari perkembangan pesantren dan madrasah di Indonesia
secara Umum. Proses Madrasah di bali. modernisasi pesantren dan madrasah yang diperkenalkan pemerintah
tahun 1970-an melalui Departemen Agama, banyak mempengaruhi perkembangan
perkembangan Madrasah di Bali. Perlahan-lahan
Pesantren di Bali mulai memakai kurikulum yang diperkenalkan oleh Depag
saat itu, awalanya memang pesantren di Bali enggan untuk menerima kurikulum Depag
yang dianggap saat itu mengerdilkan
pesantren dan madrasah.dengan pengurangan pendidikan agama, maka
pesantren dan madrasah imbasnya, tidak akan mencetak ulama, disamping itu
modernisasi yang diperkenalkan Depag, menyeragamkan Pesantren dan madrasah hal
itu akan menghancurkan ciri khas pesantren dan madrasah di Indonesia.tetapi
dengan hadir nya Madrasah model
Departemen Agama di bali yang secara fasilitas dan ketenangan lebih baik,
sehingga banyak yang memilih bersekolah di Madrasah Model Depag ketimbang
pesantren Tradisional.[11] Jadi wajarlah ketika Pluralisme saat ini
berkembang dengan konteks yang ada. Tidak ada manusia yang sempurna, ajaran
akan terus berkembang dengan mengalami peradaban secara kontekstual.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pluralisme
secara lughawi berasal dari kata plural (Inggris) yang berarti jamak,
dalam arti kata ada keanekaragaman dalam masyarakat, ada banyak hal lain diluar
kelompok kita yang harus diakui. Lebih luas lagi, Pluralisme adalah sebuah
“ism” atau aliran tentang Pluralitas yang menghargai kemajemukan beragama
dengan kultur-kultur yang ada.
Pemikiran
Pluralisme agama muncul pada masa yang disebut pencerahan Eropa, tepatnya pada
abad ke-18 Masehi, masa yang sering disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan
pemikiran modern. Yaitu masa yang diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan
pemikiran manusia yang berorientasi pada
superioritasakal (rasionalisme), dan pembebasan akal dari
kungkungan-kungkungan agama. Ditengah hiruk pikuk pergolakan pemikiran di Eropa
yang timbul sebagai konsekuensi logis dari konflik-konflik yang terjadi antara
gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, muncullah suatu paham yang di kenal
dengan “Liberalisme” yang komposisi utamanya adalah kebebasan, toleransi,
persamaan dan keragaman atau pluralisme..
B. Kritik dan saran
Penulis
menyadari dengan selesainya makalah ini, masih banyak cara penulisan yang belum
mencapai kaidah-kaidah sesuai aturan, referensi yang belum cukup. Olehnya itu
penulis berharap adanya kritik dan saran untuk perbaikan tulisan tersebut,
terima kasih kepada dosen Pengampu dan teman-teman atas saran disaat penyajian.
DAFTAR PUSTAKA
Ali.
Yunarsil, Sufisme dan Flurakisme,
Jakarta: PT.Elex Medi Komputindo, 2012
Amir. Ahmad Azizi, Neo-Modernisme Islam di Indonesia, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1999
Burhanuddin. Jajat,
Mencetak Muslim Modern, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2006
Ma’arif. Syamsul, Pendidikan Pluralisme di Indonesia,
Jogjakarta: Logung Pustaka, 2005
Moqsith.
Abd Ghazali, Argumen Pluralisme Agama,
Jakarta: Kata Kita. 2009
Munawar. Budhy, Islam
Pluralis, Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada ,2004
Sugiharto. Bambang Posmodernisme Tantangan Bagi Filsafat, Jogjakarta: Kanisius, 1996
Usman,.
Ali Menegakkan Pluralisme,
Jogjakarta: LSAF, 2008
Wahyuni. Muhammad Nafis, Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam, Jakarta:
Paramadina, 1996
[1]Syamsul Ma’arif, Pendidikan Pluralisme di Indonesia,
(Jogjakarta: Logung Pustaka, 2005), h.11
[2]Bambang Sugiharto, Posmodernisme Tantangan Bagi Filsafat,
(Jogjakarta: Kanisius, 1996),h.58
[3] Anis Malik Toha, Tren Pluralisme Agama, (Jakarta, Perspektif,
2007), h.16
[4] Budhy Munawar, Islam
Pluralis, Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada ,2004), h.39
[5] Abd Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, (Jakarta:
Kata Kita. 2009), h.6
[6] Argumen Pluralisme Agama, h. 67
[7] Yunarsil Ali, Sufisme dan Flurakisme, (Jakarta:
PT.Elex Medi Komputindo, 2012), h.23
[8]Muhammad Wahyuni Nafis, Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam, (Jakarta:
Paramadina, 1996),h.172
[9]Jajat Burhanuddin, Mencetak Muslim Modern, (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2006), h.51
[10] Ed.Ali Usman, Menegakkan Pluralisme, (Jogjakarta:
LSAF, 2008), h.88
[11] Ahmad Amir Azizi, Neo-Modernisme Islam di Indonesia,(Jakarta:
PT.Rineka Cipta, 1999) h.199
Tidak ada komentar :
Posting Komentar